Bergoyang di Balik Sprei Kembang-Kembang Print Friendly and PDF -->

CETAK BERITA

Print Friendly and PDF

Translate

Bergoyang di Balik Sprei Kembang-Kembang

Minggu, 14 Mei 2023,



Bergoyang di Balik Sprei Kembang-Kembang


Oleh Agung Marsudi


SIANG itu langit bumi Sukowati diselimuti mendung. Tak ada celah sedikitpun matahari mengintip ke luar, hingga cahayanya bisa dinikmati para ibu-ibu yang menggerutu, sebab dari pagi jemurannya masih basah. Para penjual es teh dandang juga mondar-mandir gelisah, separo persediaan es batunya telah mencair sia-sia, sepi pembeli.


Sementara di pasar bunder, Bu Ngatmi asik mengambil soto, untuk para tamu, yang mendadak berhenti di depan warungnya. Katanya, mobil mereka mogok, dua ratus meter dari warung, arah stasiun kereta api.


Mendung tak berarti hujan, tapi menunggu langit kembali cerah, menumpuk-numpuk gelisah. Maunya pedagang bakso, hujan saja sekalian. Mendung membawa cerita baru, tentang keadaan. Musim tak lagi bisa diprediksi. Musim tanam padi, jagung, kacang tanah, melon, semangka tak lagi ada tanda-tanda.


Konon, ada perubahan iklim yang ekstrem. Siang panas menyengat, malam dinginnya menusuk tulang belikat.


Hingga asar tiba, mendung tetap bisu, tak ada juga isyarat turun hujan. Burung-burung mulai pulang ke peraduan. Di balik grumbul, pinggir sawah, dekat kuburan dukuh.


Di ujung jalan, nampak mendung sedikit mulai berarak ke arah Sine. Ada cahaya menyingkap, ada sesuatu yang bergoyang di depan warung kopi bu Narti, yang sudah dua hari tak berpenghuni.


Dari kejauhan, lamat-lamat terlihat sprei kembang-kembang terus bergoyang. Seperti gerakan dua insan yang mabuk kepayang. Tak ada warga yang berani mendekat. 


Sesekali berhenti bergoyang, lalu mulai lagi dan lagi. Kemudian, kilat menyambar, petir bersahutan dari utara ke selatan. Makin lama goyangan makin menegangkan.


(Bersambung dengan goyangan di balik bayangan)



Sragen, 14 Mei 2023

TerPopuler