Di Bawah Lindungan Ujaran Kebencian Print Friendly and PDF -->

CETAK BERITA

Print Friendly and PDF

Translate

Di Bawah Lindungan Ujaran Kebencian

Kamis, 02 Juni 2022,

 


Di Bawah Lindungan Ujaran Kebencian


Oleh Agung Marsudi


KAMIS malam di meja kayu jati masih sepi, meski tersaji starsteak, tak seenak sate kambing dan thengkleng pak Manto Honggowongso, atau sate kambing mbok Galak, Ki Mangun Sarkoro, Solo. Dua seni mengolah daging kambing yang anarkatik, lalu memprovokasi rasa di lidah, yang selalu kepingin sesuatu yang baru, "ngawu-awu".


Malam ini (2/6/2022) di bumi manusia, Indonesia. Para pesohor, pelakon, pejabat, penikmat, penjaja, pelayan istana tak mungkin membuka cerita Pramoedya. Langit masih kelabu dengan sejarah masa lalu. 


Mendoan yang enak itu, sebelumnya adalah kerja cadas para tukang tempe, yang anarkis pada kedelai. Tempe adalah kita, dan kita bukan bangsa tempe. Ende adalah kita. Pancasila adalah kita.


Kelapa sawit adalah kita. Jokowi adalah kita. Putih adalah kita. KPK adalah kita. TNI adalah kita. Alam adalah kita. Sekolah adalah kita. Betawi adalah kita. Papua adalah kita. Timur adalah kita.


Komunis Indonesia Semesta, disingkat "Kita".


Di meja kayu jati itu, saya melanjutkan membaca dengan seksama buku Seno Gumira Ajidarma (SGA), berjudul, "Kentut Kosmopolitan". Buku tentang obrolan urban, yang menggelitik, menurut SGA, ruang urban adalah situs pertarungan tanpa akhir. Tempat kentut sebagai gejala alamiah tertindas atas nama peradaban. Namun dalam perjuangan kebudayaan kentut selalu melawan!


"Bang, bang, Tut! Siapa yang kentut?"


Politik Indonesia, birahi ngentut. Era kepak sayap oligarki. Menjual bangsa demi demokrasi, atas nama demokrasi. Pancasila hanya ramai di upacara, sepi di realita.


Di Sekutu Cafe, Slamet Riyadi, Solo, beberapa hari lalu, saya ketemu bung Hendrajit. Hanya ingin bercakap. Cerita tentang percakapan, tanpa kecapan. Politik "kita" masih persengkongkolan. Di bawah lindungan ujaran kebencian.


Buzzer bukan kita.



Solo, 2 Juni 2022

TerPopuler