PI 10 Persen dan Oksidasi Korupsi
Print Friendly and PDF
-->

CETAK BERITA

Print Friendly and PDF

Translate

PI 10 Persen dan Oksidasi Korupsi

الأحد، 19 أكتوبر 2025,



Oleh Agung Marsudi

"Sssst...hati-hati sudah ada Satgas!"
"Siapa yang mau "Digasss...!"
(Bukankah dengan jatah PI 10% berarti kita ikut menjadi pemilik 10 persen kegiatan operasi migas kita sendiri).

Pagi ini, Minggu (12/10/2025) saya nongki sendiri di L.A. Kopi, jalan Mawar, Duri. Meski kota Duri sempat diguyur hujan tipis-tipis, jalanan terasa adem. Minggu pagi yang nyaman, apalagi bagi mereka yang telah mendapat siraman rohani di "Welcome Home".

Dari yang punya kedai kopi, nama L.A. rupanya bukan singkatan dari "Los Angeles", tapi Lubuk Alung, Pariaman, Sumatera Barat, kampung asal pemiliknya. Hampir dua minggu, setelah setahun melakukan ekspedisi Jawabali saya ngopi hitam di sini. Suasananya tenang, tidak berisik, seperti umumnya kedai kopi di Riau yang riuh.

Sambil menunggu reda, menemani gerimis tipis saya menikmati bacaan dua buku saku beda genre—yang satu tentang dunia tambang, "Freeport Papa, Blok Cepu dan Gas Alam Arun", yang kedua, "Dari Rangin ke Telepon", sebuah antologi puisi esai.

Buku pertama, karya Wawan Tunggal Alam, penulis buku pertentangan Karno vs Hatta, bercerita tentang dominasi asing yang mengeruk kekayaan alam kita, tiada henti. Mereka tidak hanya menguasai ekonomi, tapi juga menanamkan pengaruhnya di semua lini, sosial, politik, pendidikan, budaya, dan gaya hidup. Padahal bangsa ini tahu, di depan mata, dominasi asing itu soal  "invasi" bukan hanya soal cari makan dan mengamankan "piring nasi".

Pesannya, apa mau, negeri kaya ini, dari bangun hingga tidur, kita terus dikuasai asing?

Sedang "Rangin" karya Kedung Darma Romansha, adalah kisah Ki Bagus Rangin, seorang tokoh lokal melegenda di sekitar Cirebon, dengan pasukan dan persenjataan seadanya melawan penjajah Belanda.

Ki Bagus Rangin harus melawan Belanda karena ia tidak tahan melihat penderitaan rakyat. Rakyat yang diperkuda dengan kerja rodi, tanam paksa, sementara di waktu bersamaan mereka juga diperas tengkulak Cina yang menyewa tanah-tanah desa atas ijin Belanda.

Puisi esai menggigit karya Kedung Darma ini tentu bukan sebuah biografi, tapi sebuah momen dimana seseorang harus mengambil sikap. "Diam atau Melawan", ketika melihat kesewenang-wenangan.

Dalam konteks Riau, pesan yang terekam dalam cerita dua buku saku ini tentu menarik, dan relevan dengan kondisi negeri ini. Bumi Melayu (BM) yang dikenal kaya "Bawah minyak, atas minyak" tapi hasil kekayaannya tak pernah menetes, sebab berkahnya sudah "mengalir sampai jauh". Jargon "bermarwah" suaranya tersangkut di pagar rumah-rumah mewah pejabatnya, dari atas hingga ke bawah.

Kesejahteraan rakyat, hanya mimpi siang hari. Visi misi bupati, visi misi gubernur, jatah PI 10% menguap seperti "oksidasi korupsi". Pompa angguk, bisanya hanya mengangguk, tak pernah menggeleng. Itulah doktrin dunia migas kita.


Duri, 12 Oktober 2025

TerPopuler