Bertani di Lahan yang Dibuka Tanpa Membakar Print Friendly and PDF -->

CETAK BERITA

Print Friendly and PDF

Translate

Bertani di Lahan yang Dibuka Tanpa Membakar

Sabtu, 18 Maret 2017,


[caption id="" align="aligncenter" width="562"] Foto: Dok detikcom[/caption]

NUSANTARAEXPRESS, PELALAWAN - Di Riau, sudah sejak lama masyarakat menggunakan cara tradisional untuk membuka lahan dengan cara membakar. Selain lebih murah, abu hasil pembakaran juga diyakini membuat tanah lebih subur.




Tapi cara itu harus ditinggalkan karena terbukti memiliki dampak buruk bagi lingkungan. Kebakaran hutan dan lahan yang meluas menimbulkan bencana kabut asap, dan pernah menimpa sejumlah wilayah di Indonesia beberapa tahun silam.

Darwis (50), seorang petani di Kelurahan Pelalawan, Riau mengakui dulu dirinya sering membuka lahan dengan cara membakar karena sudah turun menurun dari orangtuanya. Tapi kini dia menyadari bahwa membuka lahan dengan cara membakar itu dapat merusak lingkungan.

"Dulu pembersihan masih dibakar, sebelumnya aturan pemerintah belum sampai ke Pelalawan. 2015 kita tidak bakar lahan lagi karena sudah ada bantuan hand tractor,"ujar Darwis saat berbincang di gubuknya, Rabu (8/3/2017).


"Kalau mengelola lahan dulu dari orangtua tradisinya dengan membakar, karena abunya jadi pupuk," lanjutnya.



Mengenai panen, Darwis mengaku hasilnya tidak menentu tergantung cuaca dan iklim. Sayangnya awal tahun ini sawah milik Darwis mengalami musibah banjir akibat luapan air Sungai Kampar. Menurut Darwis banjir ini biasa terjadi setiap tahun, namun tidak bisa diprediksi terjadi di bulan apa.

"Ini sudah satu minggu banjir. Kerugian saat ini kira-kira Rp 5 juta per setengah hektar," tutur ketua kelompok tani Berkat Usaha ini.

Hasil panen, menurut Darwis, selama ini hanya untuk dikonsumsi sendiri oleh masyarakat sekitar. Darwis berharap jika tidak ada cuaca buruk, sawahnya bisa panen setahun dua kali.

"Saya bercita-cita jadi petani yang paling menghasilkan, setahun dua kali. Satu kali panen untuk dikonsumsi, satu kali lagi untuk dijual. Saya yakin bisa," harap Darwis yang mengaku lahir di sawah 64 tahun silam ini.

Darwis juga berharap mendapat dapat belajar dari petani-petani yang sukses di daerah lain. Dengan begitu, dia bisa meningkatkan hasil produksinya selama ini.

"Kita juga mau studi banding dengan desa lain, salah satunya karena masalah pupuk. Kita berharap ada petani-petani yang sukses di daerah lain mengajarkan kita disini untuk meningkatkan produktifitas padi kita. Mereka bisa lihat situasi lahan kami di sini," ungkapnya.





Sementara itu Salim (53), Ketua Kelompok Tani Berkat Mandiri mengaku sawahnya pernah panen dengan hasil 1 ton padi diluas lahan setengah hektar. Salim berharap panen berikutnya bisa terus meningkat.

Untuk diketahui, sejak 2016 lalu PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) membukakan lahan masyarakat seluas 15 hektar di lahan semak belukar di Kelurahan Pelalawan. Lahan ini dibuka dengan menggunakan alat berat dan hand tractor.

Pembukaan lahan dengan alat berat tersebut bagian dari program Desa Bebas Api (Fire Free Village) yang dimulai sejak 2014. Hingga 2017 ini, program Desa Bebas Api telah diikuti oleh 18 desa yang tersebar di tiga kabupaten yaitu, Pelalawan, Siak, dan Kepulauan Meranti.

RAPP memberikan reward kepada desa yang sukses mencegah pembakaran lahan di wilayahnya berupa pemberian bantuan senilai Rp 50 Juta dan Rp 100 juta. Bantuan diberikan dalam bentuk non tunai.

Pada 2014, Kelurahan Pelalawan yang dipimpin Edi Arifin ini hanya mendapat hadiah Rp 50 juta karena masih terjadi kebakaran lahan seluas 0,5 hektar. Reward tersebut dibelikan mesin pompa air untuk pemadaman Kebakaran lahan di daerah tersebut.

Sementara pada 2015, Kelurahan Pelalawan sukses bebas api dan mendapat reward sebesar Rp 100 juta. Hadiah itu digunakan untuk membangun kantor Masyarakat Peduli Api (MPA) dan Babinkantibmas.
(ega/try)[detik.com][MEG]

TerPopuler