Kejahatan Seksual Terhadap Anak Terulang Lagi di Tobasa Print Friendly and PDF -->

CETAK BERITA

Print Friendly and PDF

Translate

Kejahatan Seksual Terhadap Anak Terulang Lagi di Tobasa

Rabu, 10 April 2019,
NUSANTARAEXPRESS, JAKARTA - Belum lupa dari ingatan masyarakat Kecamatan Silaen kasus kejahatan seksual terhadap anak yang pernah terjadi yang dilakukan ayah dan paman kandung korban secara bersama hinngga korban melahirkan anak, dan masih juga belum saja selesai perkara kejahatan seksual yang dilakukan N (70) terhadap 5 anak yang terjadi di Sosor Ladang Porsea, demikian juga dengan kasus kejahatan seksual yang dilakukan NN (45) ayah kandung baru-baru ibi terhadap seorang putri malang SN (9) di Balige. Kemudian Juardi Panjaitan ayah dari korban seorang putri bernisial TD (6), Rabu, 02 April 2019 melalorkan DP (48) tetangga semarga warga Desa Pintu Batu, Mual Ganjang kecamatan Silaen ke Polres Tobasa sehubungan dengan kasus kejahatan seksual yang dilakukan terhadap putrinya.

Kasus ini bermula saat korban pulang dari sekolah bersama temannya berpapasan dengan DP (48) tetangganya, enta apa yang membuat prilaku DP menjadi beringas dan bejat itu menarik korban ke kebon kopi Mual Ganjang di Desa Pintu Batu, Kecamatan Silaen. Sementara teman korban diminta pelaku DP menunggu korban.

Usai melampias prilaku bejat dan terkutuknya, pelaku mengancam korban untuk tidak memberitahukan kepada siapapun termasuk kepada orangtua korban, kemudian pelaku memberikan uang Rp. 4.000 kepada korban.

Mengetahui kejadian ini dari korban, kemudian orangtua korban dan warga masyatakat melaporkan ke Polsek Silaen, lalu bersama masyarakat bergegas cepat mengejar pelaku ke Laguboti, kemudian menangkapnya di persembunyiannya di desa Pintu Bosi Laguboti dan menyerahkan pelaku ke Polres Tobasa. Saat ini DP sudah diamankan di Polres Tobasa untuk dimintai pertanggungjawaban hukumnya.

Lebih jauh Arist menjeladkan kepada media i Tobasa, atas marak dan meningkatnya kasus kejahatan seksual tethadap anak yang dilakukan oleh orang terdekat korban di Tobasa, adalah menjadi pertanyaan besar, sedang ada apa terjadi di Tobasa?. Sudah sebejat itukah prilaku para orangtua terhadap anaknya di Tobasa.

Lebih lanjut Arist memberikan pendapatnya, sementara ini, kita tahu bahhwa masyarakat Batak di Tobasa sangat menjunjung nilai-nilai yang menyatakan dan mengedepankan Snakkonhi Fo Hamoraon di Ahu (anakku adalah hartaku), budaya “dalihan natolu” yakni respek terhadap hubungan keluarga, serta sangat religius, namun semua ini telah roboh dan anaklah yang menjadi korban. Saat ini fakta dan data telah menunjukkan bahwa kejahatan moralitas dan kemanusiaan sedang mengancam anak di TOBASA, jika tidak ditangani dengan segera kasus-kasus serupa yang lebih bejat dan terkutuk akan terjadi lagi, demikian disampaikan Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menjawab pertanyaan para pekerja jurnalistik di Tobasa yang semakin geram atas maraknya kejahatan seksual terhadap anak di Tobasa melalui video call conference yang dilakukan Senin 08/04 dari Studio Komnas Anak TV dibilangan Padar Rebo Jakarta Timur.

Demi keadilan hukum bagi korban dan membuat efek jera bagi para predator kejahatan seksual di Tobasa, Komnas Perlindungan Anak sebagai Lembaga independen yang diberikan mandat, tugas dan fungsi memberikan pembelaan dan perlindungan anak di Indonesia mendorong Polres Kabupaten Tobasa untuk menerapkan sebagaimana diatur dalam ketentuan UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penerapan PERPU No. 01 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak dengan ancaman hukuman minimal 10 tahun maksimal 20 tahun pidana penjara dan dapat ditambahkan 1/3 dari pidana pokoknya menjadi hukuman seumur hidup dan atau hukuman mati. Penerapan UU RI No.17 Tahun 2016 ini sangat penting dilakukan penyidik dalam sangkaannya sehingga Jaksa Penuntut Umum (JPU) dapat melakukan tuntutannya secara maksimal.

Disamping itu sudah saatnya pemerintah TOBASA melalui Dinas PPPA dan PMD Kabupaten Tobasa untuk bertugas untuk itu segera mendeklrasikan Gerakan Perlindungan Anak Berbasis Kampung (huta) dengan melibatkan tokoh masyarakat dan adat di desa, alim ulama, gereja dan para pegiat perlindungan Anak, penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim), guru maupun pamong desa. Untuk efektivitasnya gerakan ini dapat diintegrasikan dengan program pemberdayaan masyarakat rentan di pedesaan menggunakan dana desa, demikian ditambahkan Arist. [Red/Akt-01]

 

 

MediaNetwork Aktualnews

TerPopuler