TAK KAN KORUPSI HILANG DI BUMI
Print Friendly and PDF
-->

CETAK BERITA

Print Friendly and PDF

Translate

TAK KAN KORUPSI HILANG DI BUMI

Kamis, 06 November 2025,



Oleh Agung Marsudi
Pemerhati Geopolitik

Dari masa VOC, migas di Sumatera bagian Tengah (Riau) sudah menjadi emas hitam—ia adalah sumber kekuasaan dan uang.

Ironisnya, dari kekayaan migas itu melahirkan kebiasaan borju bagi para penerajunya di negerinya sendiri yang menjadi tulang punggung (backbone) ekonomi. Dari jaman Orla, Orba, hingga Reformasi.

Dan kini, Riau diselimuti mendung korupsi berarak dari waktu ke waktu. Tiga gubernur pendahulu sudah berlalu, sekarang Abdul Wahid (AW) gubernur seusia 2 kali panen jagung, terciduk OTT KPK. Tidak hanya berhenti di situ. Gayung bersambut, kegeraman, berlanjut ke WAG. Bahkan kegeraman itu ditambah kemarahan dengan beredarnya video pernyataan pembelaan UAS, tokoh agama yang dikenal sangat dekat AW. Bahwa AW hanya dimintai keterangan.

Di WAG juga berkembang, gubernur sudah ditangkap, kapan KPK membongkar dan menangkap para pelaku korupsi di Bengkalis. Belum lagi dugaan amaldistribusi dana PI 10% Riau yang triliunan rupiah.

Gempar! Tak malu! Mungkin kelompok yang paling geram di Riau adalah mereka yang menginginkan Riau menjadi Daerah Istimewa. Ya, Riau terasa istimewa karena 4 gubernurnya tersandung kasus korupsi.

Ini bukan soal, "Sudah jatuh terhimpit tangga". Ini soal amanat masyarakat yang dikhianati para petinggi negerinya sendiri. Ini soal toxic-sistemik dalam tata kelola pemerintahan di Riau. Bukan serta merta lahir dari tekanan struktural biaya politik yang tinggi, yang mendorong perilaku koruptif. Ini soal rendahnya budaya malu.

Sebagai warga biasa saya malu, melihat gubernur kami mengenakan rompi oranye bernomor 94.

Abdul Wahid (AW), memperpanjang catatan hitam, menjadi gubri ke-4 yang terjaring OTT KPK. Penanda bahaya dan indikasi budaya korupsi yang mengakar-menadi. 4 gubernur, 1 masalah, "Tak kan Korupsi Hilang di Bumi". 


Jakarta, 5 November 2025

TerPopuler